Pernahkah anda merasakan efek ‘yo-yo’ dalam program menguruskan badan? Bagi individu yang berbakat gemuk, turun naik berat badan seakan sudah menjadi kenyataan hidup. Biasanya, teman-teman kita ini bersemangat mencoba berbagai program diet yang ada di pasaran dan di awal program dietnya akan berhasil menurunkan berat badan. Namun, disadari atau tidak, beberapa waktu kemudian, lebih banyak orang yang berat badannya kembali naik lagi. Alasan seperti keadaan stres, badan lemas, tidak bisa berpikir, tidak bisa menahan diri karena tubuh butuh unsur gizi tertentu yang perlu dicukupi, menjadi beberapa pembenaran untuk kembali pada pola makan dan gaya hidup yang biasa. Di balik semua itu, kita bisa melihat bahwa seringkali “will-power” untuk menguruskan badan ‘kempes’ ditengah jalan, bahkan lenyap.
Seorang ahli psikologi mengatakan bahwa “will-power” sering kita ibaratkan dengan berlari “sprint” dan bukan marathon. Kita bersemangat dan mengeluarkan energi besar di awal, namun kerap kita tidak mampu mempertahankannya dalam jangka panjang. Ini sebabnya upaya diet seolah-olah “hangat-hangat tahi ayam”. Kita pun juga pasti pernah mengalami sendiri berbagai situasi yang bisa melemahkan “will-power” untuk melakukan perubahan. Niat untuk rutin berolahraga, tidak kesampaian karena kita kalah dengan rasa malas bangun pagi. Meskipun sangat sadar pentingnya gerakan go-green, bukankah kita kerap tetap tidak mau repot membawa kotak bekal atau keranjang belanja untuk mengurangi sampah plastik. Kita lihat “will-power” ini bukan semata membutuhkan niat dan sasaran yang jelas, tapi juga memerlukan disiplin diri yang kuat dan kemampuan untuk bangkit dari kegagalan. Bila kita tidak mampu memelihara “will-power” dan melawan godaan yang bisa melemahkan “will-power” kita, mustahil kita akan bisa ber-progress ke arah yang lebih baik. Inilah tantangan nyata dalam pengembangan karakter kita.
Pilihan dan Jalan Pintas
Ketimbang harus merubah pola makan dan gaya hidup sehat, banyak orang yang lebih rela merogoh kocek untuk membeli obat-obat pelangsing yang kabarnya bisa menurunkan berat badan secara instan atau juga sedot lemak. Banyak orang yang berniat bersikap jujur dan menghadapi ‘tilang’ polantas dengan sikap konsekuen, tapi kemudian memilih untuk memberi uang pelicin saja daripada harus repot menghabiskan waktu. Ketika kita duduk di bis penuh sesak dan melihat ibu hamil atau orang tua terjepit di tengah orang yang berdiri, apakah kita akan memenangkan “will-power” untuk melindungi orang yang lemah atau lebih sering pura-pura tidak melihat dan berharap orang lain saja yang memberikan tempat duduknya? Dalam keadaan yang penuh konflik, bukankah kita pun terkadang memilih untuk tidak berterus terang, padahal kita sudah sangat meyakini bahwa bersikap jujur adalah sikap yang baik Kita bisa menyaksikan bahwa ‘will-power’ teruji ketika kita berkesempatan memilih. Semakin kita teguh memilih tindakan sesuai dengan prinsip dan tujuan kita, will-power kita semakin kuat sehingga lambat laun akan berbentuk disiplin diri yang tidak perlu dipikirkan lagi
Sejarah membuktikan bahwa will-power adalah kunci dari berbagai keberhasilan dan pencapaian fenomenal. “Will-power”-lah yang menyebabkan jenderal Douglas MacArthur merealisasikan janjinya pada diri sendiri:”I shall return”, ketika menarik pasukan dari Filipina. Tanpa ‘will-power’ yang kuat, pendaratan Normandia tidak akan mampu mengkonsentrasikan semua kekuatan, mengumpulkan semua energi dan mengalahkan semua masalah. Kita pun bisa merasakan getar “will-power” Soekarno-Hatta untuk memerdekakan Indonesia pada saat keadaan di Indonesia jauh dari siap untuk merdeka. Begitu nyata bahwa kita tidak bisa mengesampingkan penguatan will-power dalam kehidupan pribadi, berorganisasi dan politik kita. Visi jangka panjang serta visualisasi akan manfaat yang akan diraih akan menumbuhkan “will-power” yang memberi energi. Gerakan “Indonesia Mengajar” yang tidak kekurangan kandidat pengajar muda menunjukkan bahwa will-power bisa mengalahkan perhitungan untung rugi, rasa takut, rasa lemah, bahkan menutupi kekurangan pengetahuan, pendidikan ataupun talenta. Orang dengan will-power akan tidak sulit menentukan arah. Mereka tidak punya kecenderungan untuk ragu, menengok kiri-kanan, tidak tahan terhadap kritik,. Mereka yakin bahwa ada solusi untuk setiap masalah. Sebagai orang yang ingin sukses atau yang sudah berada di posisi pemegang komando, kita perlu menelaah kembali apakah ‘will-power’ kita dirasakan oleh bawahan atau pengikut kita.
Urgensi Bernapas Panjang
Bila kita memperhatikan individu dengan will-power yang kuat, kita bisa menemukan persamaan mereka dalam hal ‘feel of urgency’-nya. Mereka biasanya terkesan ‘ngotot’dan ‘keras’ dalam memberi penekanan pada pendapatnya dan tidak takut untuk berbeda dari orang lain. Pengacara yang berdebat, politisi yang mengumpulkan suara, kampanye organisasi perlu menunjukkan signifikansi pendapat dan kehendaknya. Ini bukan sesederhana memilih tempat makan siang atau penerbangan yang akan digunakan. Will-power biasanya menyangkut nilai-nilai atau strategi politik yang lebih besar. Apa yang akan kita lakukan terhadap ‘global warming’? Apakah kita serius bertekad mengurangi kemiskinan? Apakah kita akan fokus pada peningkatan kualitas pendidikan secara konsisten? Bisakah kita mendukung pengurangan jumlah pemakaian mobil pribadi? “Will-power” sangat diperlukan untuk merealisasikan sasaran besar yang diikuti.adanya sense of urgency yang ketat dan gaung yang memiliki greget. Semakin jelas dan strategis arah dan fokus yang disampaikannya dan diyakini, setiap rakyat atau anak buahnya bahkan bisa ikut mendukung agar sasarannya tidak melenceng, melempem atau bahkan kempes. Dengan memelihara ‘will-power’ yang kuat, seorang pemimpin tidak akan lagi sulit-sulit mempersuasi anak buah atau rakyatnya.
Pilihan dan Jalan Pintas
Ketimbang harus merubah pola makan dan gaya hidup sehat, banyak orang yang lebih rela merogoh kocek untuk membeli obat-obat pelangsing yang kabarnya bisa menurunkan berat badan secara instan atau juga sedot lemak. Banyak orang yang berniat bersikap jujur dan menghadapi ‘tilang’ polantas dengan sikap konsekuen, tapi kemudian memilih untuk memberi uang pelicin saja daripada harus repot menghabiskan waktu. Ketika kita duduk di bis penuh sesak dan melihat ibu hamil atau orang tua terjepit di tengah orang yang berdiri, apakah kita akan memenangkan “will-power” untuk melindungi orang yang lemah atau lebih sering pura-pura tidak melihat dan berharap orang lain saja yang memberikan tempat duduknya? Dalam keadaan yang penuh konflik, bukankah kita pun terkadang memilih untuk tidak berterus terang, padahal kita sudah sangat meyakini bahwa bersikap jujur adalah sikap yang baik Kita bisa menyaksikan bahwa ‘will-power’ teruji ketika kita berkesempatan memilih. Semakin kita teguh memilih tindakan sesuai dengan prinsip dan tujuan kita, will-power kita semakin kuat sehingga lambat laun akan berbentuk disiplin diri yang tidak perlu dipikirkan lagi
Sejarah membuktikan bahwa will-power adalah kunci dari berbagai keberhasilan dan pencapaian fenomenal. “Will-power”-lah yang menyebabkan jenderal Douglas MacArthur merealisasikan janjinya pada diri sendiri:”I shall return”, ketika menarik pasukan dari Filipina. Tanpa ‘will-power’ yang kuat, pendaratan Normandia tidak akan mampu mengkonsentrasikan semua kekuatan, mengumpulkan semua energi dan mengalahkan semua masalah. Kita pun bisa merasakan getar “will-power” Soekarno-Hatta untuk memerdekakan Indonesia pada saat keadaan di Indonesia jauh dari siap untuk merdeka. Begitu nyata bahwa kita tidak bisa mengesampingkan penguatan will-power dalam kehidupan pribadi, berorganisasi dan politik kita. Visi jangka panjang serta visualisasi akan manfaat yang akan diraih akan menumbuhkan “will-power” yang memberi energi. Gerakan “Indonesia Mengajar” yang tidak kekurangan kandidat pengajar muda menunjukkan bahwa will-power bisa mengalahkan perhitungan untung rugi, rasa takut, rasa lemah, bahkan menutupi kekurangan pengetahuan, pendidikan ataupun talenta. Orang dengan will-power akan tidak sulit menentukan arah. Mereka tidak punya kecenderungan untuk ragu, menengok kiri-kanan, tidak tahan terhadap kritik,. Mereka yakin bahwa ada solusi untuk setiap masalah. Sebagai orang yang ingin sukses atau yang sudah berada di posisi pemegang komando, kita perlu menelaah kembali apakah ‘will-power’ kita dirasakan oleh bawahan atau pengikut kita.
Urgensi Bernapas Panjang
Bila kita memperhatikan individu dengan will-power yang kuat, kita bisa menemukan persamaan mereka dalam hal ‘feel of urgency’-nya. Mereka biasanya terkesan ‘ngotot’dan ‘keras’ dalam memberi penekanan pada pendapatnya dan tidak takut untuk berbeda dari orang lain. Pengacara yang berdebat, politisi yang mengumpulkan suara, kampanye organisasi perlu menunjukkan signifikansi pendapat dan kehendaknya. Ini bukan sesederhana memilih tempat makan siang atau penerbangan yang akan digunakan. Will-power biasanya menyangkut nilai-nilai atau strategi politik yang lebih besar. Apa yang akan kita lakukan terhadap ‘global warming’? Apakah kita serius bertekad mengurangi kemiskinan? Apakah kita akan fokus pada peningkatan kualitas pendidikan secara konsisten? Bisakah kita mendukung pengurangan jumlah pemakaian mobil pribadi? “Will-power” sangat diperlukan untuk merealisasikan sasaran besar yang diikuti.adanya sense of urgency yang ketat dan gaung yang memiliki greget. Semakin jelas dan strategis arah dan fokus yang disampaikannya dan diyakini, setiap rakyat atau anak buahnya bahkan bisa ikut mendukung agar sasarannya tidak melenceng, melempem atau bahkan kempes. Dengan memelihara ‘will-power’ yang kuat, seorang pemimpin tidak akan lagi sulit-sulit mempersuasi anak buah atau rakyatnya.
oleh :
Eileen Rachman & Sylvina Savitri
EXPERD
One Day Assessment Center
Dimuat di KOMPAS, 30 April 2011
Comments :
Sering liat will power.. tapi baru tau artinya hari ini.. kirain will power itu nama orang..
he bisa aja si akang.. :)
Post a Comment
Tolong jangan diisi dengan spam ya....